SELAMAT DATANG TEMAN-TEMAN GURU GEOGRAFI TINGKAT MADRASAH ALIYAH SULAWESI UTARA, GORONTALO DAN MALUKU UTARA

Jumat, 21 Oktober 2011

Renstra Pendidikan Nasional Harus Dievaluasi


JAKARTA, KOMPAS.com — Perubahan nama Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) harus diikuti perubahan rencana strategis (renstra) pendidikan nasional 2010-2014 yang selama ini menjadi pedoman penyelenggaraan kebijakan pendidikan. Anggota Komisi X, Raihan, mengatakan, apalagi, saat ini, Kemdikbud memiliki wakil menteri yang secara khusus mengurusi soal kebudayaan.
“Dimasukkannya kebudayaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan telah membuat Renstra tersebut menjadi kurang relevan lagi karena hanya bicara soal desain pendidikan nasional dan pencapaian berupa angka-angka kuantitatif,” ujar Raihan, Kamis (20/10/2011).
Angka-angka kuantitatif itu, seperti pencapaian angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) serta kelulusan 100 persen pada ujian nasional (UN).
“Oleh karena itu, renstra tersebut harus segera dievaluasi secara menyeluruh,” katanya.
Menurut Raihan, evaluasi renstra juga diperlukan untuk mencermati sejumlah kebijakan yang selama ini justru bertentangan dengan tujuan dan fungsi pendidikan itu sendiri. Dia mengatakan, pemerintah harus berani mengoreksi kebijakan yang selama ini justru bertentangan dengan konstitusi dan UU Sisdiknas Tahun 2003 serta menghambat pencapaian tujuan pendidikan nasional.
“Misalnya, kebijakan UN yang nyata-nyata mengakibatkan kerusakan moral dan menghambat penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun,” ujar Raihan.
Ia mengungkapkan, amanat konstitusi Pasal 31 Ayat (2) menyatakan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
“Sementara itu, di pihak lain, kebijakan UN yang diatur dalam PP 19 Tahun 2005 justru berdampak terhambatnya warga negara untuk menempuh pendidikan dasar. Terlebih lagi, UN yang hanya mengukur aspek kognitif tidak sesuai dengan esensi penyelenggaraan pendidikan dasar, yaitu pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai moral,” katanya.
Di samping itu, Raihan menekankan, pemerintah harus berani mengoreksi kebijakan yang bersifat diskriminatif, seperti program rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) yang dinilainya menghambat akses warga negara yang tidak mampu secara ekonomi untuk menikmati pendidikan bermutu.
“Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 4 Ayat (1) UU Sisdiknas yang menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa,” kata Raihan.
Semoga Bermanfaat...!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar